Bumi By Tere Liye Pages 1 50 Flip Pdf Download Fliphtml5
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta BUMI Oleh Tere Liye GM 312 01 14 0003 Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Gedung Gramedia Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–33, Jakarta 10270 Desain sampul: eMTe Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, Jakarta, Januari 2014 www.gramediapustakautama.com Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN 978-602-03-0112-9 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
http://pustaka-indo.blogspot.com TereLiye “Bumi” 1 AMAKU Raib. Aku murid baru di sekolah. Usiaku lima belas tahun. Aku anak tunggal, perempuan. Untuk remaja seumuranku, tidak ada yang spesial tentangku. Aku berambut hitam, panjang, dan lurus.
Aku suka membaca dan mempunyai dua ekor kucing di rumah. Aku bukan anak yang pintar, apalagi populer. Aku hanya kenal teman-teman sekelas, itu pun seputar anak perempuan. Nilaiku rata-rata, tidak ada yang terlalu cemerlang, kecuali pelajaran bahasa aku amat menyukainya. Di kelas sepuluh sekolah baru ini, aku lebih suka menyendiri dan memperhatikan, menonton teman-teman bermain basket. Aku duduk diam di keramaian di kantin, di depan kelas, dan di lapangan.
Sebenarnya sejak kecil aku terbilang anak pemalu. Tidak pemalu-pemalu sekali memang, meskipun satu-dua kali jadi bahan tertawaan teman atau kerabat. Normal-normal saja, tapi sungguh urusan pemalu inilah yang membuatku berbeda dari remaja kebanyakan. Aku ternyata amat berbeda. Aku memiliki kekuatan. Aku tahu itu sejak masih kecil meskipun hingga hari ini kedua orangtuaku, temanteman dekatku tidak tahu.
Waktu usiaku dua tahun, aku suka sekali bermain petak umpet. Orangtuaku pura-pura bersembunyi, lantas aku sibuk mencari. Aku tertawa saat menemukan mereka. Kemudian giliranku bersembunyi. Kalian pernah melihat anak kecil usia dua tahun mencoba bersembunyi? Kebanyakan mereka hanya berdiri di pojok kamar, atau di samping sofa, atau di belakang meja, lantas menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.
Mereka merasa itu sudah cukup sempurna untuk bersembunyi. Kalau sudah menutupi wajah, gelap, sudah tersembunyi semua, padahal tubuh mereka amat terlihat. Aku juga melakukan hal yang sama saat Papa bilang, ”Raib, ayo bersembunyi. Giliran Mama dan Papa yang jaga.” Maka aku tertawa comel, berlari ke kamarku, berdiri di samping lemari, menutupi wajah dengan kedua telapak tanganku. http://pustaka-indo.blogspot.com TereLiye “Bumi” 2 Usiaku saat itu bahkan baru dua puluh dua bulan, belum genap dua tahun. Itu permainan hebat pertama yang pernah kumainkan dengan penuh antusias.
Namun, ternyata permainan itu tidak seru. Orangtuaku curang. Waktu giliranku jaga dan mereka bersembunyi, aku selalu berhasil menemukan mereka. Di balik gorden, di balik pot bunga besar, di belakang apalah, aku bisa menemukan mereka meskipun sebenarnya aku tahu dari suara mereka menahan tawa. Tetapi saat aku yang bersembunyi, mereka tidak pernah berhasil menemukanku. Mereka hanya sibuk memanggil-manggil namaku, tertawa, masuk kamarku, sibuk memeriksa seluruh kamar.
Mereka melewatkanku yang berdiri persis di samping lemari. Aku sebal. Aku mengintip dari balik jemari kedua telapak tanganku. Orangtuaku pastilah pura-pura tidak melihatku. Bagaimana mungkin mereka tidak melihatku? Itu berkali-kali terjadi.
Saat aku bersembunyi di ruang tengah, mereka juga berpura-pura tidak melihatku. Bahkan saat aku hanya bersembunyi di tengah ruang keluarga rumah kami, menutup wajah dengan telapak tangan, mereka juga pura-pura tidak melihatku. Saat kesal, kulepaskan telapak tangan yang menutupi wajahku. Mereka hanya berseru, ”Astaga, Raib? Kamu ternyata ada di situ?” atau ”Aduh, Raib, bagaimana kamu tiba-tiba ada di sini? Kami dari tadi melewati tempat ini, tapi tidak melihatmu.” Lantas mereka memasang wajah seperti terkejut melihatku yang berdiri polos.
Mereka memasang wajah tidak mengerti bagaimana aku bisa tiba-tiba muncul. Padahal aku sungguh sebal menunggu kapan mereka akan berhenti berpura-pura tidak melihatku. Permainan petak umpet itu hanya bertahan satu-dua bulan. Aku bosan. Aku sungguh tidak menyadari saat itu. Itulah kali pertama kekuatan itu muncul.
Kekuatan yang tidak pernah berhasil aku mengerti hingga hari ini, kekuatan yang kurahasiakan dari siapa pun hingga usiaku lima belas. Aku tinggal menutupi wajahku dengan kedua telapak tangan, berniat bersembunyi, maka seketika, seluruh tubuhku tidak terlihat. Lenyap. Orangtuaku sungguh tidak punya ide bahwa anak http://pustaka-indo.blogspot.com TereLiye “Bumi” 3 perempuan mereka yang berusia kurang dari dua tahun bersembunyi persis di depan mereka, berdiri di tengah karpet, mengintip dari sela-sela jarinya. Namaku Raib, gadis remaja usia lima belas tahun.
Aku bisa menghilang, dalam artian benar-benar menghilang. BUMIoleh: Tere LiyeBAB 1NAMAKU Raib. Aku murid baru di sekolah. Usiaku lima belas tahun. Aku anak tunggal, perempuan.Untuk remaja seumuranku, tidak ada yang spesial tentangku. Aku berambut hitam, panjang, dan lurus.Aku suka membaca dan mempunyai dua ekor kucing di rumah.
Aku bukan anak yang pintar, apalagipopuler. Aku hanya kenal teman-teman sekelas, itu pun seputar anak perempuan. Nilaiku rata-rata,tidak ada yang terlalu cemerlang, kecuali pelajaran bahasa-aku amat menyukainya.Di kelas sepuluh sekolah baru ini, aku lebih suka menyendiri dan memperhatikan, menonton teman-teman bermain basket. Aku duduk diam di keramaian di kantin, di depan kelas, dan di lapangan.Sebenarnya sejak kecil aku terbilang anak pemalu. Tidak pemalu-pemalu sekali memang, meskipunsatu-dua kali jadi bahan tertawaan teman atau kerabat. Normal-normal saja, tapi sungguh urusanpemalu inilah yang membuatku berbeda dari remaja kebanyakan.Aku ternyata amat berbeda.
Aku memiliki kekuatan. Aku tahu itu sejak masih kecil-meskipun hinggahari ini kedua orangtuaku, teman-teman dekatku tidak tahu.Waktu usiaku dua tahun, aku suka sekali bermain petak umpet. Orangtuaku pura-pura bersembunyi,lantas aku sibuk mencari. Aku tertawa saat menemukan mereka. Kemudian giliranku bersembunyi.Kalian pernah melihat anak kecil usia dua tahun mencoba bersembunyi? Kebanyakan mereka hanyaberdiri di pojok kamar, atau di samping sofa, atau di belakang meja, lantas menutupi wajah dengankedua telapak tangan.
Mereka merasa itu sudah cukup sempurna untuk bersembunyi. Kalau sudahmenutupi wajah, gelap, sudah tersembunyi semua, padahal tubuh mereka amat terlihat.Aku juga melakukan hal yang sama saat Papa bilang, "Raih, ayo bersembunyi. Giliran Mama dan Papayang jaga." Maka aku tertawa comel, berlari ke kamarku, berdiri di samping lemari, menutupi wajahdengan kedua telapak tanganku.Usiaku saat itu bahkan baru dua puluh dua bulan, belum genap dua tahun. Itu permainan hebat pertamayang pernah kumainkan dengan penuh antusias.Namun, ternyata permainan itu tidak seru. Orangtuaku curang. Waktu giliranku jaga dan merekabersembunyi, aku selalu berhasil menemukan mereka.
Di balik gorden, di balik pot bunga besar, dibelakang apalah, aku bisa menemukan merekameskipun sebenarnya aku tahu dari suara merekamenahan tawa. Tetapi saat aku yang bersembunyi, mereka tidak pernah berhasil menemukanku.Mereka hanya sibuk memanggil-manggil namaku, tertawa, masuk kamarku, sibuk memeriksa seluruhkamar. Mereka melewatkanku yang berdiri persis di samping lemari.Aku sebal. Aku mengintip dari balik jemari kedua telapak tanganku. Orangtuaku pastilah pura-puratidak melihatku. Bagaimana mungkin mereka tidak melihatkuf Itu berkali-kali terjadi.
Saat akubersembunyi di ruang tengah, mereka juga berpura-pura tidak melihatku. Bahkan saat aku hanyabersembunyi di tengah ruang keluarga rumah kami, menutup wajah dengan telapak tangan, mereka jugapura-pura tidak melihatku.Saat kesal, kulepaskan telapak tangan yang menutupi wajahku.Mereka hanya berseru, "Astaga, Raib? Kamu ternyata ada di situ?" atau "Aduh, Raib, bagaimanakamu tiba-tiba ada di sini? Kami dari tadi melewati tempat ini, tapi tidak melihatmu," Lantas merekamemasang wajah seperti terkejut melihatku yang berdiri polos. Mereka memasang wajah tidakmengerti bagaimana aku bisa tiba-tiba muncul. Padahal aku sungguh sebal menunggu kapan merekaakan berhenti berpura-pura tidak melihatku.Permainan petak umpet itu hanya bertahan satu-dua bulan.Aku bosan.Aku sungguh tidak menyadari saat itu.
People Also Search
- BUMI by Tere Liye Pages 1-50 - Flip PDF Download | FlipHTML5
- TERE LIYE - BUMI - Flip eBook Pages 1-50 | AnyFlip
- 1. Bumi-TereLiye.pdf - Google Drive
- TERE LIYE Bumi Series - Bumi | PDF - Scribd
- Tere Liye - Bumi Pages 1-50 - Flip PDF Download | FlipHTML5
- Bumi - Flip eBook Pages 1-50 | AnyFlip
- Bumi Tere Liye (Engtranslation) | PDF - Scribd
- BUMI TERE LIYE - qpxbo | PDF Online | FlipBuilder
- Buku Novel Tere Liye Bumi - Unduh Buku | 1-50 Halaman | AnyFlip
- Bumi | Tere Liye | download on Z-Library
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta BUMI Oleh Tere Liye
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta BUMI Oleh Tere Liye GM 312 01 14 0003 Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Gedung Gramedia Blok I, Lt. 5 Jl. Palmerah Barat 29–33, Jakarta 10270 Desain sampul: eMTe Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI, Jakarta, Januari 2014 www.gramediapustakautama.com Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau...
Http://pustaka-indo.blogspot.com TereLiye “Bumi” 1 AMAKU Raib. Aku Murid Baru Di
http://pustaka-indo.blogspot.com TereLiye “Bumi” 1 AMAKU Raib. Aku murid baru di sekolah. Usiaku lima belas tahun. Aku anak tunggal, perempuan. Untuk remaja seumuranku, tidak ada yang spesial tentangku. Aku berambut hitam, panjang, dan lurus.
Aku Suka Membaca Dan Mempunyai Dua Ekor Kucing Di Rumah.
Aku suka membaca dan mempunyai dua ekor kucing di rumah. Aku bukan anak yang pintar, apalagi populer. Aku hanya kenal teman-teman sekelas, itu pun seputar anak perempuan. Nilaiku rata-rata, tidak ada yang terlalu cemerlang, kecuali pelajaran bahasa aku amat menyukainya. Di kelas sepuluh sekolah baru ini, aku lebih suka menyendiri dan memperhatikan, menonton teman-teman bermain basket. Aku duduk di...
Sebenarnya Sejak Kecil Aku Terbilang Anak Pemalu. Tidak Pemalu-pemalu Sekali
Sebenarnya sejak kecil aku terbilang anak pemalu. Tidak pemalu-pemalu sekali memang, meskipun satu-dua kali jadi bahan tertawaan teman atau kerabat. Normal-normal saja, tapi sungguh urusan pemalu inilah yang membuatku berbeda dari remaja kebanyakan. Aku ternyata amat berbeda. Aku memiliki kekuatan. Aku tahu itu sejak masih kecil meskipun hingga hari ini kedua orangtuaku, temanteman dekatku tidak...
Waktu Usiaku Dua Tahun, Aku Suka Sekali Bermain Petak Umpet.
Waktu usiaku dua tahun, aku suka sekali bermain petak umpet. Orangtuaku pura-pura bersembunyi, lantas aku sibuk mencari. Aku tertawa saat menemukan mereka. Kemudian giliranku bersembunyi. Kalian pernah melihat anak kecil usia dua tahun mencoba bersembunyi? Kebanyakan mereka hanya berdiri di pojok kamar, atau di samping sofa, atau di belakang meja, lantas menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.